Kamis, 04 Oktober 2012


SEJARAH KEDOKTERAN NUKLIR




Sejarah
Penggunaan isotop radioaktif dalam bidang kedokteran telah dimulai tahun 1901 oleh Henri Danlos yang menggunakan Radium untuk pengobatan penyakit Tuberculosis pada kulit. Tetapi yang dianggap Bapak Ilmu Kedokteran Nuklir adalah George C de Havessy. Dialah yang meletakkan dasar prinsip perunut dengan menggunakan zat radioaktif. Waktu itu yang digunakan adalah radioisotop alam Pb212. Dengan ditemukannya radioisotop buatan, maka radioisotop alam tidak lagi digunakan.
Radioisotop buatan yang banyak dipakai pada masa awal perkembangan kedokteran nuklir adalah I131. Pemakaiannya kini telah terdesak oleh Tc99m, selain karena sifatnya yang ideal dari segi proteksi radiasi dan pembentukan citra juga dapat diperoleh dengan mudah, serta harga relatif murah. Namun demikian, I131 masih sangat diperlukan untuk diagnostik dan terapi, khususnya kanker kelenjar tiroid.



Pengertian
Menurut WHO kedokteran Nuklir (Nuclear Medicine) didefinisikan ; Merupakan cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran.




Prinsip Dasar
Perkembangan serius kedokteran nuklir dimulai tahun 1950-an dengan terciptanya alat khusus yang disebut "kamera gamma". Istilah tersebut  mengacu ke penangkapan (Trace) sinar gamma. Namun, berbeda dengan penggunaan sinar X atau CT-Scan yang radiasinya harus menembus tubuh manusia untuk mendeteksi dan merekamnya ke dalam film atau komputer, kedokteran nuklir justru menggunakan cara yang berlawanan. Materi radioaktif dimasukkan ke tubuh pasien, kemudian dideteksi dengan kamera gamma tadi. Dengan kata lain organ yang diperiksalah yang menjadi sumber radiasi sehingga pola gambar yang terjadi berdasarkan pola organ yang memancarkan radiasi (sinar gamma). Radioaktif yang digunakan berfungsi memancarkan sinar gamma yang memiliki panjang gelombang lebih pendek daripada sinar X.
Radioisotop dapat dimasukkan ke tubuh pasien (studi in-vivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine, dan sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien, yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).
Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke tubuh pasien melalui mulut, suntikan, atau dihirup lewat hidung, maka informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa:
1.    Citra atau gambar dari organ/bagian tubuh pasien yang diperoleh dengan bantuan peralatan kamera gamma ataupun kamera positron (teknik imaging).
2.    Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu dan angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan kamera gamma ataupun kamera positron
3.    Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis )darah, urine, dll) yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging).


Bahan dalam kedokteran nuklir yang dimasukkan ke dalam tubuh baik melalui injeksi maupun ditelan disebut  bahan radiofarmaka. Radiofarmaka merupakan sediaan yang mengandung 2 bahan utama yaitu  bahan radioisotop sebagi sumber radiasi dan bahan yang berfungsi membawa bahan radioisotop ke jaringan (organ) target. Radionuklide yang diserap organ tubuh kemudian memancarkan sinar gamma yang - meski lemah - dapat diukur oleh kamera gamma.
Dengan memanfaatkan radiofarmaka dapat diperoleh informasi yang didasarkan atas perubahan-perubahan fisiologik maupun biokimiawi yang terjadi di dalam organ yang diperiksa pada tingkat sel maupun molekuler. Inilah salah satu karakteristik dari kedokteran nuklir yang membedakannya dari modalitas diagnostik lainnya yang didasarkan pada perubahan anatomi. Dengan demikian, teknik kedokteran nuklir menjadi sangat sensitif dibandingkan dengan teknik lainnya, karena pada umumnya kelainan fungsi mendahului kelainan anatomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar