KEDOKTERAN NUKLIR JANTUNG
Indikasi
Secara umum teknik kedokteran nuklir dalam bidang
kardiologi terbagi ke dalam 2 jenis yaitu ; Positron
Emission Computed Tomography (PECT) dan Single Photon Emission
Computed Tomography (SPECT). PET mampu merekonstruksi data seperti
pencitraan Computed Tomography (CT) dapat digunakan untuk
menilai fungsi jantung secara kualitatif dan kuantitatif pada saat istirahat
maupun dengan pemberian beban latihan fisik atau farmakologis. Selain itu,
dapat pula dilakukan penilaian fungsi jantung secara global maupun regional,
juga dapat menginformasikan hal penting dalam menentukan stratifikasi dan
prognosis PJK.
SPECT, bentuk pengujian yang lain dalam kedokteran
nuklir, menggunakan kamera gamma dengan sistem komputer serupa. Dalam beberapa
kasus, PECT lebih sensitif ketimbang SPECT, tetapi scan PECT lebih mahal dan
biasanya hanya tersedia di rumah sakit besar. Hal lain yang menarik,
perlengkapan modern kedokteran nuklir memberikan beragam kreasi gambar digital
yang memungkinkannya untuk digunakan dalam berbagai keperluan.
Skintigrafi Jantung memiliki indiksi seperti
; penyakit arteria koronaria, infark miokardial,
penyakit pada katup jantung atau serangan jantung; untuk mendeteksi penolakan
jantung cangkokan; memeriksa efektivitas bypass surgery; untuk memilih pasien
untuk angioplasti atau opeasi bypass
Untuk menghasilkan pencitraan
yang dapat menilai denyut jantung , cardiac ouput dan aliran darah (arteri
koronaria) yang menyuplai darah pada otot jantung (miokardium) digunakan bahan
radiofarmaka yang akan tertahan lama dalam peredaran darah (blood pool) dengan
bahan radioisotop Tc 99 –m.
Penggunaan Thalium (nomor atom 81) akan meuunjukkan
fungsi dari miokardium. Penelitian tekanan Thaliummenggunakan dua macam data.
Pertama, pasien diharuskan berlatih keras dengan alat khusus semacam treadmill
atau sepeda stasioner untuk meningkatkan aktivitas kardiovaskuler dan tekanan
pada jantungnya. Untuk data kedua, pasien harus istirahat dalam waktu tertentu,
yaitu saat aktivitas jantung pasien kembali normal (atau dalam keadaan
istirahat). Dalam kedaan normal tidak terjadi penyerapan radiofarmaka (perfusi)
ke miokard.
Pencitraan perfusi miokard (PPM) mempunyai peran sangat
penting dalam pengelolaan penderita PJK. Teknik ini di Amerika Serikat
merupakan teknik pencitraan paling sering digunakan untuk
diagnostik PJK dibandingkan dengantreadmill, ekhokardiografi, bahkan
dengan angiografi sekalipun. Namun demikian, di Indonesia pemanfaatan teknik ini
masih sangat terbatas.
Hal ini akibat berbagai faktor penghambat seperti informasi
yang keliru mengenai kedokteran nuklir, ketersediaan fasilitas dan biaya, serta
kurangnya komunikasi dengan ahli penyakit jantung.
PPM menggunakan Thallium (Tl)-201 sudah dimulai sejak
tahun 1973. Aplikasi klinis yang penting pada PPM ada hubungannya dengan uji
beban jantung.
PPM menggambarkan keadaan fungsional dan hemodinamik
penyempitan dari pembuluh darah koroner . Selain Tl-201 radiofarmaka lain yang
sering digunakan adalah Tc-99m-mibi atau tetrofosmin.
PPM sangat sensitif dan dapat diandalkan untuk
visualisasi dini infark miokard, sehingga sangat bermanfaat
untuk evaluasi penderita dengan keluhan nyeri dada disertai gambaran EKG yang
tidak khas. Lebih dari 80% penderita dengan PPM abnormal terbukti menderita infark miokard akut. Sebaliknya tidak ada
satupun penderita dengan PPM normal yang mengalami infark miokard akut.
PPM dapat juga digunakan untuk penentuan viabilitas
yang sangat penting dalam praktek kardiologi modern. Viabilitas digunakan
sebagai dasar penentuan stratifikasi risiko dan prognosis, serta pemilihan
terapi yang tepat.
Stratifikasi ini sangat penting untuk seleksi
penderita yang memerlukan tindakan revaskularisasi, baik cara operasi atauangioplasti.
Jika PPM nomal, maka penderita tersebut memunyai risiko rendah dengan prognosis
yang baik, walaupun tanpa pemeriksaan angiografi.
Pada kelompok ini, kemungkinan kematian akibat
serangan jantung adalah 0,8%/tahun. Jika jumlah otot jantung yang
mengalami kerusakan lebih besar dari 50% dari ketebalannya, maka perbaikan
tidak akan terjadi, walaupun aliran darah diperbaiki. Pada 50% penderita infark miokard tapi masih viabel, tidak
dilakukan revaskularisasi, akan mengalami serangan jantung atau meninggal
mendadak dalam 1 tahun setelah didiagnosa.
Kelemahan
Penggunaan Bahan radioaktif pada tindakan kedokteran
nuklir, memberikan paparan dosis radiasi, namun pada umumnya lebih lemah
daripada radiasi yang ditimbulkan oleh sinar X atau CT-Scan. Untuk skintigrafi jantung
aktivitas radioisotop sekitar 5 – 25 mCurrie.
Tak dapat dipungkiri untuk dapat mendeteksi penyakit
pada stadium dini diperlukan teknik diagnostik canggih yang memerlukan biaya
relatif mahal. Namun demikian, mahal tidaknya suatu pemeriksaan sebenarnya
tidak dapat dinilai hanya dari besaran biaya per pemeriksaan, tetapi harus dilihat
secara menyeluruh dalam pengelolaan suatu penyakit.
Analisis cost effectiveness menunjukkan, memasukkan
pemeriksaan PPM dapat menurunkan biaya pelayanan pengelolaan PJK dengan cara
mengurangi tindakan angiografi/revaskularisasi pada penderita risiko rendah
hingga 50%-65%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar